Rabu, 25 Juli 2007

A SPLASH WATER: SEORANG PENJUAL KORAN

Seminggu yang lalu, saya mendapat kiriman sms dari seorang teman saya, sebut saja dia si A. Isi sms tersebut membuat saya lebih aware tentang pentingnya menghargai orang sekitar dan terutama mitra usaha. Isi sms itu sebenarnya sangat sederhana, hanya menceritakan pengalaman si A pagi itu. Namun bagi saya, seperti percikan air dingin yang mengingatkan saya akan satu hal yang sempat terlupakan.
Ceritanya begini. Setiap Sabtu dan Minggu pagi, bapak penjual koran di sekitar kos si A mengantarkan koran ke depan pintu kamarnya. Karena berencana pindah kos ke daerah yang cukup jauh, si A menghentikan langganan korannya. Hari itu adalah hari Minggu terakhir bulan November. Bapak penjual koran mengetuk pintu kamar si A (biasanya si Bapak ini hanya meletakan korannya di depan pintu saja). Maka, si A pun membuka pintu dan menemukan si bapak berdiri di depannya.
Si A pun menanyakan ada masalah apa kepada si Bapak penjual koran ini. Si Bapak dengan sikap yang rendah hati dan tulus berkata, “Maaf, Mas. Bapak cuma mau berterima kasih karena Mas telah berlangganan koran. Hari ini kan hari yang terakhir, mohon maaf kalau selama ini ada yang salah...”
Saat bapak penjual koran selesai mengucapkan kata-katanya, langsung terbesit perasaan sedih dan haru di hati si A. Si A merasakan begitu berat untuk menghentikan langganannya walaupun dia memang sudah harus pindah.
Bukan hanya si A yang merasa terharu. Saya yang membaca smsnya saja merasa seperti disiram air dingin. Bekerja di perusahaan yang target tahunnya bermiliar-milyar rupiah, belum pernah saya mengucapkan terima kasih dan maaf yang begitu tulus kepada klien-klien saya. Begitu pula dengan teman-teman kerja saya, belum pernah saya dibuat sadar seperti ini. Sebagai informasi tambahan, nilai langganan si A selama setahun sekitar Rp400 – 500 ribu dan si A hanya bertahan selama 1 tahun di kos tersebut.
Lesson to be learned
Mungkin saja cerita ini begitu kecil bagi sebagian orang. Tapi mungkin sekedar untuk mengingatkan kita semua akan pentingnya rasa menghargai, cerita ini cukup bagus sebagai alarm bagi kita semua. Kapan terakhir kita benar-benar menghargai sahabat, hadiah, pekerjaan, atau klien yang kita miliki?
Banyak yang berkoar-koar tentang betapa pentingnya network, betapa luasnya network yang mereka miliki, tapi sebagian mungkin masih harus belajar dari si Bapak penjual koran di atas. Reaksi teman saya, si A adalah bukti paling nyata bahwa betapa pentingnya rasa dihargai bagi seorang klien. Saya yakin bila si A masih punya kesempatan, maka dia tidak akan menghentikan langganannya.
Bila Anda tidak percaya, cobalah lakukan dalam keseharian Anda. Perhatikan perubahan yang terjadi pada Anda dan orang-orang di sekitar Anda, klien-klien Anda. Mulailah dengan hal yang paling kecil, mengucapkan terima kasih dan maaf dengan tulus kepada siapa pun, bahkan seorang sopir, bawahan, penjual buah , dll.
Semoga langkah-langkah tersebut bisa membuat hidup Anda lebih berkualitas. (Oleh: Joycelina)

Mengubah Mental Miskin Menjadi Mental Kaya


Pada tulisan lalu saya singgung tentang strategi survive dalam dunia olah raga. Kali ini saya akan ungkapkan bagaimana filosofi survival Sun Tzu bisa mengubah sikap mental seseorang. Dari sikap mental the looser menjadi sikap mental the winner. Sikap mental yang tangguh yang mampu mengubah total kehidupan seseorang.
Filosofi Sun Tzu menyatakan, supaya survive, seorang penguasa harus menang dalam setiap pertempuran. Ini demi memenangkan peperangan. Kalau tidak menang perang berarti binasa. Dalam kehidupan pribadi, strategi survival ini bisa diaplikasikan dalam bentuk membangun sikap mental menjadi seorang pemenang. Sikap mental yang menegaskan bahwa kita berani menjadi sukses. Karena sukses adalah hak saya, hak anda, hak kita, hak setiap orang.
Persoalannya, dihadapkan pada banyaknya permasalahan hidup, ternyata banyak di antara kita yang justru miskin secara mental.
Contoh:
Hidup sembarangan, tidak disiplin, tidak bertanggung jawab, tidak punya kepercayaan diri, tidak berani mencoba, takut menghadapi tantangan, tidak mau belajar atau memperbaiki diri, melanggar hukum negara dan tatanan masyarakat.
Inilah medan peperangan pribadi kita saat ini. Kalahkan sikap mental yang miskin. Bunuh mental kemiskinan, biang kegagalan dan penderitaan. Menang perang kita sukses. Kalah perang, berarti kita dikubur oleh kegagalan demi kegagalan. Binasa!

Kalau kita mau survive dalam kehidupan, kita pasti menghadapi perang antara mental kaya dan mental miskin. Anda dan saya harus mulai berperang mengalahkan mental kemiskinan. Mulai sekarang juga. Mulai dari langkah-langkah kecil setiap hari.
Gelorakan pikiran untuk menang, menang, dan menang melawan mental kemiskinan. Meraih kemajuan, keberhasilan, dan harus berjuang demi kesuksesan. Jika kita semua berhasil menumpas mental kemiskinan, Indonesia pasti bangkit!
Saya akan tunjukkan sebuah contoh luar biasa dari seorang tokoh yang berhasil mengalahkan mental kemiskinan. Dia berulang kali gagal, tetapi terus bangkit, terus berjuang, terus berperang mengalahkan mental miskin, sampai akhirnya meraih kesuksesan.
Tentang seorang tokoh yang begitu melegenda dalam berperang melawan mental miskin. Tokoh kita ini lahir tahun 1809. Pada usia 7 tahun dia dan keluarganya diusir dari rumah. Usia 9 tahun, ibunya meninggal dunia. Usia 22 tahun, dia gagal dalam bisnis. Setahun kemudian gagal dalam pemilihan anggota Dewan Legislatif. Setahun berikutnya dia gagal lagi dalam bisnis dan menghabiskan 17 tahun hidupnya hanya untuk melunasi hutangnya yang menggunung.
Tetapi tokoh kita ini tidak putus asa. Dia berperang dengan mental miskin. Mengusir mental mudah menyerah dan keputusasaan.
Akhirnya tahun 1834, ia berhasil dipilih menjadi anggota dewan legislatif. Namun kegagalan dan penderitaan seperti tak pernah berhenti menghadang langkahnya. Setahun setelahnya, tunangannya meninggal dunia. Ia mengalami sakit syaraf dan harus tergolek di tempat tidur 6 bulan lamanya.
Tokoh kita ini kembali berhasil mengalahkan rasa putus asa. Bangkit lagi. Tujuh tahun berikutnya, kehidupannya dipenuhi dengan kegagalan dalam perjuangan menjadi anggota legislatif dan pemilihan kongres. Baru pada tahun 1846, kegigihannya dalam mencoba, berusaha, dan mengalahkan mental kemiskinan menghantarkannya sebagai anggota kongres Amerika.
Tetapi, lagi-lagi sepuluh tahun berikutnya, hidup sang tokoh ini diwarnai oleh peperangan dasyat dalam usahanya mengalahkan kejatuhan mental. Ia gagal dalam pemilihan dewan kongres. Ditolak menjadi pegawai dewan pertahanan keamanan di tanah kelahirannya. Gagal dalam pemilihan senat. Gagal dalam pencalonan sebagai wakil presiden. Dan pada 1858, dia gagal lagi dalam pemilihan anggota senat.
Jika tokoh kita ini sikap mentalnya negatif, dia pasti sudah bunuh diri. Tetapi tokoh besar ini punya prinsip;
"Jangan kamu hitung berapa kali kamu gagal, tetapi hitung berapa kali kamu bangkit!"
Dan tahun 1860, pada usianya yang ke-51, tokoh besar ini terpilih sebagai presiden Amerika Serikat. Dia adalah Abraham Lincoln. Luar biasa! Inilah contoh sejati dari peperangan mengalahkan mental miskin. Jika Anda ingin survive, bunuh mental miskin dalam diri Anda. Sekarang juga!

(Andrie WongsoAction & Wisdom Motivation TrainingSuccess is My RightSalam sukses luar biasa!)

Membayar Harga Sebuah Cita-cita

Mari belajar dari kisah pengembaraan Jenderal Sun Tzu. Bertahun-tahun mengembara, Sun Tzu telah mengalami banyak sekali kejadian. Ia pernah menjadi budak, pelayan, pedagang, prajurit, bahkan menjadi pejabat pemerintahan. Pahit getirnya kehidupan dia jalani demi sebuah cita-cita, demi sebuah karir. Berbekal pengalaman itulah akhirnya Sun Tzu berhasil menyelesaikan karya tulisnya, yaitu 13 Bab Strategi Perang.
Apa yang bisa dipetik dari pengalaman perjalanan Sun Tzu itu? Makna dari pengembaraan Sun Tzu itu adalah, seseorang boleh mengalami pahit getirnya perjalanan hidup. Tetapi dia tidak boleh berhenti dan tidak boleh kehilangan tujuannya semula. Tidak boleh kehilangan arah cita-citanya. Tidak boleh kehilangan impiannya.
Jadi, kita harus berani membayar harga dari sebuah cita-cita yang besar. sebab cita-cita selalu membutuhkan perjuangan dan pengorbanan. Selain perjuangan dan pengorbanaan, cita-cita besar membutuhkan ketekunan, keuletan, kedisiplinan, dan tanggung jawab yang luar biasa.
Cita-cita yang besar adalah cita-cita yang sanggup memberi kekuatan luar biasa kepada seseorang untuk menjalani hidup yang keras. Sebuah impian yang pasti mempunyai suatu titik target yang pantas dikejar. Cita-cita besar tidak mungkin dicapai hanya dengan target kecil serta usaha yang biasa-biasa saja. Cita-cita besar, impian besar, harus diraih melalui target-target yang menggairahkan. Target yang mendorong kita mengerahkan seluruh daya upaya kita. Target yang mampu menyemburkan hasrat sangat kuat untuk meraihnya. Membuat kita berusaha sekeras-kerasnya. Bahkan membuat kita berani memaksa diri kita sampai target itu tercapai.
Sebab seperti kata-kata mutiara yang saya tuliskan; "Jika kita keras di dalam, maka kehidupan akan lunak kepada kita. Sebaliknya, jika kita lunak di dalam, maka kehidupan akan begitu keras kepada kita". Cita-cita yang besar tidak bisa diraih dengan sikap mental yang lunak.
(Andrie Wongso, Action& Wisdom Motivation TrainingSuccess is My Right Salam Sukses Luar Biasa!!!)

Sudah Penuhkah Gelas Saya?

Pada suatu hari, seorang dosen hendak bertanya pada murid-muridnya. Ia membawa sebuah gelas besar sebagai alat peraga untuk membantunya menyampaikan maksudnya. Dosen itu kemudian mengisi gelas besar itu dengan batu-batu yang agak besar, sehingga mencapai tinggi mulut gelas tersebut. Bertanyalah ia pada murid-muridnya, “Sudah penuhkah gelas saya?” “Sudah!” jawab murid-muridnya lantang.
Tetapi kemudian, ia mengambil batu-batu kerikil yang kecil, dan kembali ia tuangkan ke dalam gelas tadi. Batu-batu kerikil itu mengisi rongga-rongga yang dibuat oleh batu-batu besar tersebut. Sekali lagi dosen itu bertanya pada murid-muridnya,”Sudah penuhkah gelas saya?” Sekali lagi, murid-murid tersebut menjawab, ”Sudah penuh!”
Kemudian dosen tersebut menjawab dengan perlahan-lahan mengisikan pasir ke dalam gelas tersebut, dan pasir tersebut mengisi rongga-rongga yang masih ditinggalkan oleh batu besar dan kerikil. Sehingga terlihat lebih penuhlah gelas tersebut. Sekali lagi ia bertanya, ”Sudah penuhkah gelas saya?” Murid-murid hanya bisa tertegun kaget, tidak menyangka gelas tersebut akan diisikan oleh pasir. Lagi-lagi mereka menjawab dengan penuh keyakinan, ”Sudah! Kali ini pasti sudah penuh.”
Kemudian, si dosen mengambil segelas air, dan menuangkannya ke dalam gelas yang telah berisi batu besar, kerikil, dan pasir. Air mengalir perlahan, mengisi kekosongan yang ditinggalkan bahkan oleh pasir sekalipun. Tertegunlah murid-murid, rupanya gelas baru penuh setelah diisikan air.
Dahulukan Batu Besar”Gelas ini adalah hidup kita,” kata si dosen menjelaskan. ”Batu-batu besar tersebut, adalah hal-hal yang kita anggap paling penting dalam hidup kita ini. Batu-batu ini akan memerlukan perhatian ekstra, prioritas ekstra, dan tenaga ekstra. Maka kita harus mendahulukan batu-batu besar tersebut dalam hidup kita ini,” sambung si dosen. ”Jikalau kita meletakkan batu kerikil atau pasir terlebih dahulu dalam gelas kita, maka tidak akan ada tempat yang tersisa dalam gelas ini, dan selamanya batu besar itu akan berada di luar gelas(hidup) kita ini,” katanya lagi.
Apakah yang dimaksud dengan batu besar itu? Keluarga adalah contoh yang paling baik. Orang-orang yang kita cintai dalam hidup kita. Janganlah mendahulukan pekerjaan, hobi, ataupun uang daripada mereka. Selamanya, keluarga kita akan berada di luar gelas kehidupan kita. Sudah sering terjadi contoh kasus nyata, seberapapun suksesnya kita, akan menjadi kekosongan dan kehampaan belaka, bila keluarga kita berantakan, bila kita tidak pernah punya waktu untuk bersama-sama dengan mereka. Justru, bagi orang-orang sukses yang telah memiliki harta segudang, kebahagiaan terbesar adalah saat mereka bisa kembali rukun dan hidup bahagia bersama orang-orang yang paling mereka cintai.(oleh Indra Cahya)

TIDAK ADA JALAN YANG RATA UNTUK SUKSES


Di pagi hari buta, terlihat seorang pemuda dengan bungkusan kain berisi bekal di punggungnya tengah berjalan dengan tujuan mendaki ke puncak gunung yang terkenal.
Konon kabarnya, di puncak gunung itu terdapat pemandangan indah layaknya berada di surga. Sesampai di lereng gunung, terlihat sebuah rumah kecil yang dihuni oleh seorang kakek tua.
Setelah menyapa pemilik rumah, pemuda mengutarakan maksudnya "Kek, saya ingin mendaki gunung ini. Tolong kek, tunjukkan jalan yang paling mudah untuk mencapai ke puncak gunung".
Si kakek dengan enggan mengangkat tangan dan menunjukkan tiga jari ke hadapan pemuda.
"Ada 3 jalan menuju puncak, kamu bisa memilih sebelah kiri, tengah atau sebelah kanan?"
"Kalau saya memilih sebelah kiri?"
"Sebelah kiri melewati banyak bebatuan." Setelah berpamitan dan mengucap terima kasih, si pemuda bergegas melanjutkan perjalanannya. Beberapa jam kemudian dengan peluh bercucuran, si pemuda terlihat kembali di depan pintu rumah si kakek.
"Kek, saya tidak sanggup melewati terjalnya batu-batuan. Jalan sebelah mana lagi yang harus aku lewati kek?"
Si kakek dengan tersenyum mengangkat lagi 3 jari tangannya menjawab, "Pilihlah sendiri, kiri, tengah atau sebelah kanan?"
"Jika aku memilih jalan sebelah kanan?"
"Sebelah kanan banyak semak berduri." Setelah beristirahat sejenak, si pemuda berangkat kembali mendaki. Selang beberapa jam kemudian, dia kembali lagi ke rumah si kakek.
Dengan kelelahan si pemuda berkata, "Kek, aku sungguh-sungguh ingin mencapai puncak gunung. Jalan sebelah kanan dan kiri telah aku tempuh, rasanya aku tetap berputar-putar di tempat yang sama sehingga aku tidak berhasil mendaki ke tempat yang lebih tinggi dan harus kembali kemari tanpa hasil yang kuinginkan, tolong kek tunjukkan jalan lain yang rata dan lebih mudah agar aku berhasil mendaki hingga ke puncak gunung."
Si kakek serius mendengarkan keluhan si pemuda, sambil menatap tajam dia berkata tegas "Anak muda! Jika kamu ingin sampai ke puncak gunung, tidak ada jalan yang rata dan mudah! Rintangan berupa bebatuan dan semak berduri, harus kamu lewati, bahkan kadang jalan buntu pun harus kamu hadapi. Selama keinginanmu untuk mencapai puncak itu tetap tidak goyah, hadapi semua rintangan! Hadapi semua tantangan yang ada! Jalani langkahmu setapak demi setapak, kamu pasti akan berhasil mencapai puncak gunung itu seperti yang kamu inginkan! dan nikmatilah pemandangan yang luar biasa !!! Apakah kamu mengerti?”
Dengan takjub si pemuda mendengar semua ucapan kakek, sambil tersenyum gembira dia menjawab "Saya mengerti kek, saya mengerti! Terima kasih kek! Saya siap menghadapi selangkah demi selangkah setiap rintangan dan tantangan yang ada! Tekad saya makin mantap untuk mendaki lagi sampai mencapai puncak gunung ini.
Dengan senyum puas si kakek berkata, "Anak muda, Aku percaya kamu pasti bisa mencapai puncak gunung itu! Selamat berjuang!!!
Tidak ada jalan yang rata untuk sukses!
Sama seperti analogi proses pencapaian mendaki gunung tadi. Untuk meraih sukses seperti yang kita inginkan, Tidak ada jalan rata! tidak ada jalan pintas! Sewaktu-waktu, rintangan, kesulitan dan kegagalan selalu datang menghadang. Kalau mental kita lemah, takut tantangan , tidak yakin pada diri sendiri, maka apa yang kita inginkan pasti akan kandas ditengah jalan.
Hanya dengan mental dan tekad yang kuat, mempunyai komitmen untuk tetap berjuang, barulah kita bisa menapak di puncak kesuksesan.
Salam sukses luar biasa!
(Andrie Wongso, Action & Wisdom Motivation Training)

W A K T U


Tak seorang pun tahu kapan "WAKTU" mulai bergerak dan entah kapan sang "WAKTU" berhenti berjalan. Yang pasti sampai detik ini "DIA" terus bergerak dan terus bergulir entah Anda menghargai "WAKTU" dengan memanfaatkan sebaik-baiknya atau selalu menyia-nyiakan "WAKTU" dengan aktivitas yang tidak bermanfaat. "DIA" tetap diam dan terus berjalan tanpa memihak kepada siapa pun tanpa membantu siapa pun.Tetapi "DIA" bernilai untuk siapa pun. "DIA" tidak pernah kalah dan tidak akan usang "DIA" selalu baru, selalu segar dan tegar
Hanya kitalah sebagai manusia lambat atau cepat pasti akan termakan oleh proses sang "WAKTU". "WAKTU" untuk kehidupan seorang anak manusia tidak lama dan sangat terbatas. Maka sepantasnya harus kita isi kehidupan ini dengan "PRODUKTIVITAS" yang sangat bermanfaat, baik bagi diri pribadi dan bagi manusia-manusia lainnya
Kesadaran akan "NILAI WAKTU" harus selalu diingatkan, dipelihara dengan rasa syukur yang besar terhadap "SANG PENCIPTA". Dengan demikian kita akan menghargai nilai keberadaan "SANG WAKTU", dan nilai-nilai diri kita sebagai manusia sehingga kita akan selalu berusaha untuk dapat menikmati "PROSES WAKTU" itu dengan kualitas kehidupan yang makin lama makin indahnikmat, bahagia dan sangat berarti.
Nikmati "WAKTU"mu yang masih ada...!!!Hargai "WAKTU"mu yang masih tersisa...!!!
Salam Sukses Luar Biasa...!!!
(oleh Andrie Wongso, Action & Wisdom Motivation Training Success is my right)

Minggu, 15 Juli 2007

Tuhan Sembilan Senti

Tuhan Sembilan Senti (By Taufik Ismail)

Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok, tapi tempat siksa
tak tertahankan bagi orang yang tak merokok,

Di sawah petani merokok,
di pabrik pekerja merokok,
di kantor pegawai merokok,
di kabinet menteri merokok,
di reses parlemen anggota DPR merokok,
di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok, hansip-bintara-perwira
nongkrong merokok,
di perkebunan pemetik buah kopi merokok,
di perahu nelayan penjaring ikan merokok,
di pabrik petasan pemilik modalnya merokok,
di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok,
di gudang duit "Suhu Drogba" pun ikut merokok,

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na'im sangat ramah bagi
perokok,
tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok,

Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok,
di ruang kepala sekolah...ada guru merokok,
di kampus mahasiswa merokok,
di ruang kuliah dosen merokok,
di rapat POMG orang tua murid merokok,
Di ruang kerja RLPS,
di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya apakah ada buku tuntunan
cara
merokok,

Di angkot Kijang penumpang merokok,
di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk orang bertanding merokok,
di loket penjualan karcis orang merokok,
di kereta api penuh sesak orang festival merokok,
di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok,
di andong Yogya kusirnya merokok, sampai kabarnya kuda andong minta
diajari pula merokok,

Negeri kita ini sungguh nirwana kayangan para dewa-dewa bagi perokok,
tapi tempat cobaan sangat berat bagi orang yang tak merokok,

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai
kita,

Di pasar orang merokok,
di warung Tegal pengunjung merokok,
di restoran, di toko buku orang merokok,
di kafe di diskotik para pengunjung merokok,

Bercakap-cakap kita jarak setengah meter tak tertahankan abab rokok,
bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun menderita di kamar tidur
ketika melayani para suami yang bau mulut dan hidungnya mirip asbak
rokok,

Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumul saling
menularkan HIV-AIDS sesamanya, tapi kita tidak ketularan penyakitnya.
Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya mengepulkan asap rokok
di
kantor atau di stopan bus, kita ketularan penyakitnya.
Nikotin lebih jahat penularannya ketimbang HIV-AIDS,

Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan nikotin paling subur di
dunia, dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun asap tembakau
itu,
bisa ketularan kena,

Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok,
di apotik yang antri obat merokok,
di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok,
di ruang tunggu dokter pasien merokok,
di Pegunungan Leuser si Ujeng penuh kesepian pun merokok,


Istirahat main badminton orang pada merokok,
di pinggir lapangan voli orang merokok,
menyandang raket tenis orang merokok,
pemain bola PSSI sembunyi-sembunyi merokok,
panitia pertandingan balap mobil, pertandingan bulutangkis, turnamen
sepakbola mengemis-ngemis mencium kaki sponsor perusahaan rokok,

Di kamar kecil 12 meter kubik, sambil 'ek-'ek orang goblok merokok,
di dalam lift gedung 15 tingkat dengan tak acuh orang goblok merokok,
di ruang sidang ber-AC penuh, dengan cueknya, pakai dasi, orang-orang
goblok merokok,

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na'im sangat ramah bagi orang
perokok, tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak
merokok,

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai
kita,
Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh, duduk sejumlah ulama terhormat
merujuk kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa.
Mereka ulama ahli hisap.
Haasaba, yuhaasibu, hisaaban.
Bukan ahli hisab ilmu falak, tapi ahli hisap rokok.

Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka terselip berhala-berhala
kecil,
sembilan senti panjangnya,
putih warnanya,
kemana-mana dibawa dengan setia,
satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya,

Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang,
tampak kebanyakan mereka memegang rokok dengan tangan kanan,
cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri.
Inikah gerangan pertanda yang terbanyak kelompok ashabul yamiin dan
yang
sedikit golongan ashabus syimaal?

Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh itu.
Mamnu'ut tadkhiin, ya ustadz. Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz.
Kyai, ini ruangan ber-AC penuh.
Haadzihi al ghurfati malii'atun bi mukayyafi al hawwa'i.
Kalau tak tahan, di luar itu sajalah merokok.
Laa taqtuluu anfusakum. Min fadhlik, ya ustadz.
25 penyakit ada dalam khamr. Khamr diharamkan.
15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi). Daging khinzir diharamkan.
4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok. Patutnya rokok
diapakan?

Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz. Wa yuharrimu 'alayhimul
khabaaith.
Mohon ini direnungkan tenang-tenang, karena pada zaman Rasulullah
dahulu,
sudah ada alkohol, sudah ada babi, tapi belum ada rokok.

Jadi ini PR untuk para ulama.
Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok,
lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan, jangan,

Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar perbandingan ini.
Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-tuhan kecil yang kepalanya berapi
itu, yaitu ujung rokok mereka.
Kini mereka berfikir. Biarkan mereka berfikir.
Asap rokok di ruangan ber-AC itu makin pengap, dan ada yang mulai
terbatuk-batuk,

Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini,
sejak tadi pagi sudah 120 orang di Indonesia mati karena penyakit
rokok.
Korban penyakit rokok lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu
lintas,
lebih gawat ketimbang bencana banjir, gempa bumi dan longsor, cuma
setingkat di bawah korban narkoba,

Pada saat sajak ini dibacakan, berhala-berhala kecil itu sangat
berkuasa
di negara kita, jutaan jumlahnya, bersembunyi di dalam kantong baju dan
celana, dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna, diiklankan dengan
indah dan cerdasnya, Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri,
tidak perlu ruku' dan sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini, karena
orang akan khusyuk dan fana dalam nikmat lewat upacara menyalakan api
dan
sesajen asap tuhan-tuhan ini, Rabbana, beri kami kekuatan menghadapi
berhala-berhala ini...

Kerja itu cuma selingan

Kerja itu cuma selingan, Untuk menunggu waktu shalat...

Ketika Pak Heru, atasan saya, memerintahkan untuk mencari klien yang bergerak di bidang interior, seketika pikiran saya sampai kepada Pak Azis.
Meskipun hati masih meraba-raba, apa mungkin Pak Azis mampu membuat kios internet, dalam bentuk serupa dengan anjungan tunai mandiri dan dari kayu pula, dengan segera saya menuju ke bengkel workshop Pak Azis.

Setelah beberapa kali keliru masuk jalan, akhirnya saya menemukan bengkel Pak Azis, yang kini ternyata sudah didampingi sebuah masjid.
Pak Azispun tampak awet muda, sama seperti dulu, hanya pakaiannya yang sedikit berubah.
Kali ini dia selalu memakai kopiah putih. Rautnya cerah, fresh, memancarkan kesan tenang dan lebih santai.
Beungeut wudhu-an ( wajah sering wudhu), kata orang sunda. ..selalu bercahaya..

Hidayah Allah ternyata telah sampai sejak lama, jauh sebelum Pak Azis berkecimpung dalam berbagai dinamika kegiatan Islam.
Hidayah itu bermula dari peristiwa angin puting-beliung, yang tiba-tiba menyapu seluruh atap bengkel workshop-nya, pada suatu malam kira-kira lima tahun silam.
"Atap rumah saya tertiup angin sampai tak tersisa satupun. Terbuka semua." cerita Pak Azis.
"Padahal nggak ada hujan, nggak ada tanda-tanda bakal ada angin besar. Angin berpusar itupun cuma sebentar saja."

Batin Pak Azis bergolak setelah peristiwa itu.. Walau uang dan pekerjaan masih terus mengalir kepadanya, Pak Azis tetap merasa gelisah, stres & selalu tidak tenang. "Seperti orang patah hati, Ndra. Makan tidak enak, tidur juga susah."cerita Pak Azis lagi.

Lama-kelamaan Pak Azis menjadi tidak betah tinggal di rumah dan stres.
Padahal, sebelum kejadian angin puting-beliung yang anehnya hanya mengenai bengkel workshop merangkap rumahnya saja,
Pak Azis merasa hidupnya sudah sempurna. Dari desainer grafis hingga jadi arsitek.
Dengan keserbabisaannya itu, pak Azis merasa puas dan bangga, karena punya penghasilan tinggi.
Tapi setelah peristiwa angin puting-beliung itu, pak Azis kembali bangkrut, beliau bertanya dalam hati :
"apa sih yang kurang" apa salahku " ?

Akhirnya pak Azis menekuni ibadah secara mendalam "Seperti musafir atau walisongo, saya mendatangi masjid-masjid di malam hari.
Semua masjid besar dan beberapa masjid di pelosok Bandung ini, sudah pernah saya inapi."
Setahun lebih cara tersebut ia jalani, sampai kemudian akhirnya saya bisa tidur normal, bisa menikmati pekerjaan dan keseharian seperti sediakala. (sumber, mailinglist yahoo)

ACTION IS POWER!

Sebuah pepatah klasik berbunyi: jien li she ie ik puu : artikanya perjalanan seribu mil dimulai dengan langlah pertama. Pesan moral dari kata kata mutiara pendek ini adalah tindakan. Memang benar tindakan adalah kekuatan! Action is power!

Kita mungkin punya sebongkah impian indah, segudang rencana, setumpuk ide cemerlang, tetapi semua itu tidak akan menghasilkan apapun, jika kita tidak berani memulai dengan langkah pertama.

Hal ini mengingatkan saya pada cir-ciri manusia yang menurut saya ada empat tipe tentang teori dan praktek.

Tipe pertama, yaitu orang yang tidak punya teori sekaligus tidak praktek. Orang seperti ini tidak memiliki semangat dan tidak mau belajar. Kehidupannya tanpa tujuan, tanpa gairah. Hidup hanya dijalani ala kadarnya. Inilah pilihan orang–orang gagal. Mungkin tipe ini menjadi bagian terbesar dari sebuah masyarakat yang tertinggal.

Tipe kedua, orang yang punya teori tetapi tidak praktek. Inilah tipe orang yang senang mengumpulkan serta menyerap berbagai macam teori. Namun sayang, segudang teori yang dimilikinya, tidak mampu dipraktekan dengan tindakan nyata. Jadi, yang ada hanya teori kosong alias NATO, No Action Theori Only!

Tipe ketiga, yaitu orang yang tidak punya teori tetapi mampu praktek. Mampu menjalankan seperti yang diteorikan orang lain. Inilah tipe orang yang berorientasi pada tindakan, mau belajar dari pengalaman, teori, maupun kebijaksanaan orang lain. Tipe orang ketiga ini mungkin pada awal melangkah akan mengalami berbagai macam gangguan, kesulitan, bahkan kegagalan. Namun dia menyadari semua itu harus dihadapi sebagai pembelajaran dan pematangan mental. Di sinilah letak para otodidak sejati yang belajar melalui keberanian tindakan.

Tipe keempat, orang yang punya teori sekaligus mampu memprakteknya. Sudah pasti tipe ini adalah orang yang mantap dan matang mentalnya, karena tertempa oleh banyaknya problem kehidupan yang mampu dikendalikan dan diatasi. Inilah tipe orang sukses yang paling ideal. Tipe orang yang optimis, punya visi, sekaligus berani melangkah.

Ingin menjadi type yang manakah Anda? Semua pilihan tergantung di tangan Anda. Life is not theory. Life is action! Hidup bukanlah teori. Hidup adalah aksi! Sing tung ciu she lik liang! Action is power! Tindakan adalah kekuatan !!!

Sekali lagi jien li she ie ie puu. Seribu langkah dimulai dengan langkah pertama.
(sumber Andrie Wongso, pembelajar.com)

Jadilah Seperti Lebah

Rasulullah saw. bersabda, “Perumpamaan orang beriman itu bagaikan lebah. Ia makan yang bersih, mengeluarkan sesuatu yang bersih, hinggap di tempat yang bersih dan tidak merusak atau mematahkan (yang dihinggapinya).” (Ahmad, Al-Hakim, dan Al-Bazzar)
Seorang mukmin adalah manusia yang memiliki sifat-sifat unggul. Sifat-sifat itu membuatnya memiliki keistimewaan dibandingkan dengan manusia lain. Sehingga di mana pun dia berada, kemana pun dia pergi, apa yang dia lakukan, peran dan tugas apa pun yang dia emban akan selalu membawa manfaat dan maslahat bagi manusia lain. Maka jadilah dia orang yang seperti dijelaskan Rasulullah saw., “Manusia paling baik adalah yang paling banyak memberikan manfaat bagi manusia lain.”
Kehidupan ini agar menjadi indah, menyenangkan, dan sejahtera membutuhkan manusia-manusia seperti itu. Menjadi apa pun, ia akan menjadi yang terbaik; apa pun peran dan fungsinya maka segala yang ia lakukan adalah hal-hal yang membuat orang lain, lingkungannya menjadi bahagia dan sejahtera.
Nah, sifat-sifat yang baik itu antara lain terdapat pada lebah. Rasulullah saw. dengan pernyataanya dalam hadits di atas mengisyaratkan agar kita meniru sifat-sifat positif yang dimiliki oleh lebah. Tentu saja, sifat-sifat itu sendiri memang merupakan ilham dari Allah swt. seperti yang Dia firmankan, “Dan Rabbmu mewahyukan (mengilhamkan) kepada lebah: ‘Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia. Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Rabbmu yang telah dimudahkan (bagimu).’ Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Rabb) bagi orang-orang yang memikirkan.” (An-Nahl: 68-69)
Sekarang, bandingkanlah apa yang dilakukan lebah dengan apa yang seharusnya dilakukan seorang mukmin, seperti berikut ini:
Hinggap di tempat yang bersih dan menyerap hanya yang bersih.
Lebah hanya hinggap di tempat-tempat pilihan. Dia sangat jauh berbeda dengan lalat. Serangga yang terakhir amat mudah ditemui di tempat sampah, kotoran, dan tempat-tempat yang berbau busuk. Tapi lebah, ia hanya akan mendatangi bunga-bunga atau buah-buahan atau tempat-tempat bersih lainnya yang mengandung bahan madu atau nektar.
Begitulah pula sifat seorang mukmin. Allah swt. berfirman:
Hai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan adalah musuh yang nyata bagimu. (Al-Baqarah: 168)
(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Al-A’raf: 157)
Karenanya, jika ia mendapatkan amanah dia akan menjaganya dengan sebaik-baiknya. Ia tidak akan melakukan korupsi, pencurian, penyalahgunaan wewenang, manipulasi, penipuan, dan dusta. Sebab, segala kekayaan hasil perbuatan-perbuatan tadi adalah merupakan khabaits (kebusukan).
Mengeluarkan yang bersih.
Siapa yang tidak kenal madu lebah. Semuanya tahu bahwa madu mempunyai khasiat untuk kesehatan manusia. Tapi dari organ tubuh manakah keluarnya madu itu? Itulah salah satu keistimewaan lebah. Dia produktif dengan kebaikan, bahkan dari organ tubuh yang pada binatang lain hanya melahirkan sesuatu yang menjijikan. Belakangan, ditemukan pula produk lebah selain madu yang juga diyakini mempunyai khasiat tertentu untuk kesehatan: liurnya!
Seorang mukmin adalah orang yang produktif dengan kebajikan. “Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Rabbmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.” (Al-Hajj: 77)
Al-khair adalah kebaikan atau kebajikan. Akan tetapi al-khair dalam ayat di atas bukan merujuk pada kebaikan dalam bentuk ibadah ritual. Sebab, perintah ke arah ibadah ritual sudah terwakili dengan kalimat “rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Rabbmu” (irka’u, wasjudu, wa’budu rabbakum). Al-khair di dalam ayat itu justru bermakna kebaikan atau kebajikan yang buahnya dirasakan oleh manusia dan makhluk lainnya.
Segala yang keluar dari dirinya adalah kebaikan. Hatinya jauh dari prasangka buruk, iri, dengki; lidahnya tidak mengeluarkan kata-kata kecuali yang baik; perilakunya tidak menyengsarakan orang lain melainkan justru membahagiakan; hartanya bermanfaat bagi banyak manusia; kalau dia berkuasa atau memegang amanah tertentu, dimanfaatkannya untuk sebesar-besar kemanfaat manusia.
Tidak pernah merusak
Seperti yang disebutkan dalam hadits yang sedang kita bahas ini, lebah tidak pernah merusak atau mematahkan ranting yang dia hinggapi. Begitulah seorang mukmin. Dia tidak pernah melakukan perusakan dalam hal apa pun: baik material maupun nonmaterial. Bahkan dia selalu melakukan perbaikan-perbaikan terhadap yang dilakukan orang lain dengan cara-cara yang tepat. Dia melakukan perbaikan akidah, akhlak, dan ibadah dengan cara berdakwah. Mengubah kezaliman apa pun bentuknya dengan cara berusaha menghentikan kezaliman itu. Jika kerusakan terjadi akibat korupsi, ia memberantasnya dengan menjauhi perilaku buruk itu dan mengajukan koruptor ke pengadilan.
Bekerja keras
Lebah adalah pekerja keras. Ketika muncul pertama kali dari biliknya (saat “menetas”), lebah pekerja membersihkan bilik sarangnya untuk telur baru dan setelah berumur tiga hari ia memberi makan larva, dengan membawakan serbuk sari madu. Dan begitulah, hari-harinya penuh semangat berkarya dan beramal. Bukankah Allah pun memerintahkan umat mukmin untuk bekerja keras? “Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.” (Alam Nasyrah: 7)
Kerja keras dan semangat pantang kendur itu lebih dituntut lagi dalam upaya menegakkan keadilan. Karena, meskipun memang banyak yang cinta keadilan, namun kebanyakan manusia –kecuali yang mendapat rahmat Allah– tidak suka jika dirinya “dirugikan” dalam upaya penegakkan keadilan.
Bekerja secara jama’i dan tunduk pada satu pimpinan
Lebah selalu hidup dalam koloni besar, tidak pernah menyendiri. Mereka pun bekerja secara kolektif, dan masing-masing mempunyai tugas sendiri-sendiri. Ketika mereka mendapatkan sumber sari madu, mereka akan memanggil teman-temannya untuk menghisapnya. Demikian pula ketika ada bahaya, seekor lebah akan mengeluarkan feromon (suatu zat kimia yang dikeluarkan oleh binatang tertentu untuk memberi isyarat tertentu) untuk mengudang teman-temannya agar membantu dirinya. Itulah seharusnya sikap orang-orang beriman. “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (Ash-Shaff: 4)
Tidak pernah melukai kecuali kalau diganggu
Lebah tidak pernah memulai menyerang. Ia akan menyerang hanya manakala merasa terganggu atau terancam. Dan untuk mempertahankan “kehormatan” umat lebah itu, mereka rela mati dengan melepas sengatnya di tubuh pihak yang diserang. Sikap seorang mukmin: musuh tidak dicari. Tapi jika ada, tidak lari.
Itulah beberapa karakter lebah yang patut ditiru oleh orang-orang beriman. Bukanlah sia-sia Allah menyebut-nyebut dan mengabadikan binatang kecil itu dalam Al-Quran sebagai salah satu nama surah: An-Nahl. Allahu a’lam.
(sumber www.dakwatuna.com)